Analisis Tajam: Belenggu Pragmatisme Organisasi Eksternal Kampus
Analisis Tajam: Belenggu Pragmatisme Organisasi Eksternal Kampus
Sab, 4 Oktober 2025 10:50
Belenggu Pragmatisme Organisasi Eksternal Kampus

Organisasi eksternal kampus hari ini kerap terjebak dalam romantisme masa lalu dan rutinitas politik internal yang kering dari substansi. Mereka terlalu sibuk mengulang pola kaderisasi formal yang hanya melahirkan loyalis, bukan intelektual. Energi besar yang seharusnya digunakan untuk membaca realitas sosial, mengkritisi perubahan zaman, dan merumuskan gagasan segar untuk masa depan bangsa malah tersedot pada dinamika politik sempit, rebutan jabatan, simbol, dan pengakuan identitas organisasi.

Gerakan mereka kehilangan relevansi karena gagal beradaptasi dengan konteks baru. Di tengah revolusi digital, krisis ekologi, disrupsi ekonomi, dan degradasi moral sosial, mereka masih sibuk berdebat tentang siapa yang paling ideologis, bukan siapa yang paling solutif. Kaderisasi mereka kaku, terjebak pada seremonial dan jargon tanpa ruang bagi kreativitas, riset, maupun inovasi pemikiran.

Organisasi eksternal yang sejatinya diharapkan menjadi kawah candradimuka intelektual mahasiswa kini cenderung menjadi arena reproduksi dogma lama. Mereka lupa bahwa generasi muda tak lagi membutuhkan ideologi yang membelenggu, melainkan wawasan kritis, fleksibilitas berpikir, dan keberanian untuk beradaptasi dengan perubahan zaman. Jika tidak segera bertransformasi, organisasi semacam ini akan kehilangan relevansi, hanya menjadi artefak sejarah yang dibicarakan, bukan gerakan yang diikuti.

Lebih menyedihkan lagi, idealisme mahasiswa yang dulu menjadi bahan bakar perubahan kini mulai tergerus oleh pragmatisme pikiran. Banyak mahasiswa tak lagi bergerak karena kesadaran, tetapi karena kepentingan. Idealisme yang dulu lahir dari keresahan intelektual kini digantikan oleh keinginan instan: posisi, jaringan, dan keuntungan pribadi. Pergerakan mereka kehilangan makna karena dijalankan tanpa nurani dan refleksi.

Mahasiswa yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam kritik sosial justru banyak terjebak dalam zona nyaman intelektual semu, berpikir dangkal, cepat puas dengan narasi viral, dan enggan berjuang di ruang-ruang sunyi pembacaan realitas. Jika keadaan ini dibiarkan, maka kampus bukan lagi ladang lahirnya pemikir bangsa, melainkan pasar ide kosong yang hanya menjual slogan perjuangan tanpa isi.

Pergerakan mahasiswa dan organisasi eksternal harus berani melakukan otokritik. Mereka perlu menyalakan kembali api idealisme yang berpijar dari kesadaran intelektual, bukan dari kepentingan pragmatis. Sebab tanpa pembaruan arah dan keberanian berpikir, semua gerakan hanya akan menjadi ritual tanpa makna, hidup tapi tak bernyawa.

Penulis: Bad’ul H.A (Dosen IMA Kota Banjar)

Pers Mahasiswa

Komentar

Tidak ada komentar

Tulis Komentar

Artikel Lainnya

Peduli Kemanusiaan: BEM IMA Kota Banjar Salurkan Donasi untuk Korban Longsor Cibeunying, Cilacap
Banjar, 21 November 2025 Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Institut Miftahul Hu...
Sen, 24 November 2025 | 8:39
Dosen IMA Banjar Jadi Pembicara Internasional Bahas Transformasi Digital Pendidikan Islam di Jambi
Banjar, 22 November 2025 Institut Miftahul Huda Al Azhar (IMA) Kota Banjar ke...
Ming, 23 November 2025 | 3:15
Kampus IMA Kota Banjar akan Kembangkan Kurikulum Fleksibel dan Adaptif, Dukung Program RPL dan Micro-Credential
Banjar, Jum'at 07-11- 2025 Dalam upaya menyesuaikan diri dengan perkembangan ...
Sab, 8 November 2025 | 10:06
Kampus IMA Kota Banjar Mantapkan Jejaring Internasional untuk Perkuat Daya Saing Global
Banjar, Jum'at 07-11- 2025 Hasil monitoring dan evaluasi (monev) yang dilakuk...
Sab, 8 November 2025 | 10:04