
Sebagaimana telah diketahui, dalam ajaran Islam, ketika seorang perempuan mengalami haid, ia dilarang untuk melaksanakan ibadah yang mensyaratkan kesucian dari hadas besar, seperti shalat, thawaf, dan ibadah lainnya yang mengharuskan kondisi suci. Sebaliknya, setelah darah haid berhenti, ia diwajibkan untuk segera melaksanakan ibadah fardhu yang sebelumnya terhalang, termasuk shalat.
Namun, bagaimana dengan ibadah puasa? Apakah sah puasanya seorang perempuan yang telah berhenti dari haidnya tetapi belum menjalani mandi besar? Dalam hal ini, para ulama berpendapat bahwa sahnya ibadah puasa tidak bergantung pada mandi besar, melainkan pada berakhirnya masa haid sebelum waktu fajar. Artinya, jika seorang perempuan mendapati dirinya telah suci sebelum waktu subuh tetapi belum sempat mandi besar, puasanya tetap sah asalkan ia berniat dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar. Adapun mandi besar tetap wajib dilakukan sebelum melaksanakan shalat.
Refrensi:
- حاشيتا قليوبي وعميرة الجزء 1 صحـ : 115 مكتبة دار إحياء الكتب العربية
( فَإِذَا انْقَطَعَ ) أَيْ الْحَيْضُ ( لَمْ يَحِلَّ قَبْلَ الْغُسْلِ ) مِمَّا حَرُمَ ( غَيْرُ الصَّوْمِ وَالطَّلاَقِ ) فَيَحِلاََّنِ لاِنْتِفَاءِ مَانِعِ اْلأَوَّلِ وَالْمَعْنَى الَّذِي حَرُمَ لَهُ الثَّانِي قَوْلُهُ ( غَيْرُ الصَّوْمِ وَالطَّلاَقِ ) أَيْ وَالطُّهْرُ كَمَا فِي الْمَنْهَجِ وَعَلَّلَ الشَّارِحُ اْلأَوَّلَيْنِ ِلأَنَّهُ لَمْ يَذْكُرْ الثَّالِثَ وَعَلَّلَ الثَّلاَثَةَ فِي الْمَنْهَجِ بِقَوْلِهِ لاِنْتِفَاءِ عِلَّةِ التَّحْرِيمِ وَهِيَ الْمَانِعُ فِي الصَّوْمِ وَطُولُ الْمُدَّةِ فِي الطَّلاَقِ وَالتَّلاَعُبُ فِي الطُّهْرِ وَقِيلَ عِلَّةُ اْلأَوَّلِ اجْتِمَاعُ الْمُضْعِفَيْنِ كَمَا مَرّ اهـ